Kamis, 06 Maret 2014

BEBEK STANDAR & BEBEK PREMIUM

Tabik! Seorang kawan lama menelpon saya. Tanpa ragu saya terima telponnya. Dia menanyakan apakah saya masih menjual bebek karkas? Saya bilang masih. Selanjutnya dia minta informasi lebih detil. Oleh karena dia ingin ada pertemuan dengan calon pembeli bebek.
Kawan saya ini mengetahui kalau saya menjual bebek potong untuk restoran. Sebelumnya saya pernah minta dia untuk mencarikan pembeli. Tapi itu sudah lama sekali. Waktu awal-awal saya menjual bebek. Ternyata sampai sekarang dia masih ingat hal itu.
Saya katakan kepada kawan saya. Harga bebek yang saya jual mengalami kenaikan di awal tahun 2014. Jadi begini ceritanya. Suplier saya kirim daftar harga terbaru via email. Setelah saya cek ternyata ada kenaikan harga. Dia pun menelpon saya. Memberikan penjelasan. Harga dinaikan karena butuh modal awal cukup besar. Modal itu digunakan untuk menanam modal di peternak binaannya. Supaya peternak tersebut tidak menjual bebeknya ke suplier lain. Ini dilakukan untuk mendapat kepastian stok bebek. Saya mendengar sambil manggut-manggut.
Terus terang. Dengan harga yang belum naik saja rasanya susah menawarkan ke pembeli. Suplier saya pun berbagi cerita tentang hal ini. Begini ceritanya. Beberapa waktu yang lalu dia baru saja ketemu dengan pemilik restoran bebek yang memiliki cabang di berbagai kota dengan sistem franchise. Tapi uniknya, dia tidak bernegosiasi dengan pemilik restoran, melainkan dengan bagian penerima barang, purchasing. Dan dia mendapatkan harga di atas yang pernah saya jual. Saya bertanya, kok bisa?
Dia bercerita lagi. Selama ini saya tidak bisa dapat harga tinggi karena bernegosiasi langsung dengan pemilik restoran. Jelas saja yang namanya pemilik pasti ingin untung besar. Ini bisa dilakukan dengan – salah satunya – menekan harga suplai bebek ke restoran semurah-murahnya. Dia menyarankan untuk mencoba negosiasi ke bagian purchasing. Harga yang dimasukkan ke restoran dinaikan lagi. Nah, harga yang dinaikkan itu untuk orang purchasing. Dengan begitu, kemungkinan besar kita bisa suplai bebek ke restoran tersebut.
Misalkan begini. Harga jual bebek Rp. 38.000. Lalu, kita negosiasi ke bagian purchasing. Kita tawarkan harga bebek ke restoran Rp. 40.000,- Untuk orang purchasing kebagian fee Rp. 2.000,- per ekor.
Oo, mulut saya membulat. Mendengar penjelasan itu. Rasanya membingungkan. Kok bisa? Apakah pemilik restoran tidak mengetahui? Beberapa suplier yang saya temui menyarankan saya supaya menjual ke pemilik restoran langsung, end user. Jangan menjual ke suplier lagi. Nanti harga jualnya rendah. Terlalu banyak orang di jalur distribusi. Kalau ke pemilik restoran langsung bisa dapat harga tinggi. Hal ini saya lakukan. Saya mencari pemilik restoran langsung. Tapi pemilik restoran menawar harga bebek dengan murah. Bagaimana ini?
Membingungkan bukan? Suplier saya bercerita kalau harga yang dia tawarkan ke restoran lebih tinggi dari harga pasar biasanya. Dan itu bisa sukses melalui negosiasi dengan bagian purchasing. Sedangkan saya menawarkan harga sesuai harga pasar, bahkah lebih rendah lagi, langsung ke pemilik restoran. Hasilnya belum sukses.
Ya sudahlah. Itu sudah jadi cerita. Meski harga bebek dinaikkan, saya tetap menawarkan ke calon pembeli. Saya bagi kriteria bebek yang saya jual. Ada yang standar dan premium.
Begini, masih ingat tulisan saya yang lalu tentang Pak Herman yang menawarkan bebeknya untuk dijual? Ya, itu saya kategorikan bebek standar karena dia tidak bisa menjamin ketersediaan bebek. Untuk bebek premium bisa dikategorikan yang selalu ada stok bila ingin order. Dan, hanya untuk pembeli langganan saja dengan jumlah order minimal 500 ekor sekali order. Tentu saja harga berbeda. Bebek standar ya harganya standar. Untuk bebek premium juga harga premium, bukan pertamax. Hehehe.
Sekian dulu tulisan saya. Bagi pebisnis bebek silakan order bebek.